Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Seluk Beluk Gang Sadar Baturraden

Kabar penutupan Gang Sadar, Desa Karangmangu, Kecamatan Baturraden, Banyumas sudah berembus sejak tiga tahun lalu. Penyebabnya tak lain adalah program pemerintah Indonesia Bebas Prostitusi 2019.



Akan tetapi langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas tak semudah membalik telapak tangan. Sebab, Gang Sadar bukanlah lokalisasi seperti yang disangka oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyumas.

Usut punya usut, kawasan ini tumbuh sejak tahun 1974 lalu. Seiring dengan pembangunan 34 hotel dan vila di tanah kapling milik Pemkab Banyumas.

“Vila dan hotel di dekat Lokawisata, dibangun atas permintaan Bupati Banyumas, yang dijabat Sukarno Agung waktu itu untuk mendukung pariwisata Baturraden,” ucap, Satrio Gutomo, salah satu pemilik hotel yang kini sudah dibongkar oleh Pemkab Banyumas tersebut, tempo hari.

Sejatinya, Gang Sadar berlokasi pada dua RT di RW 07 Desa Karangmangu. Warga setempat berinisiatif membangun beberapa bangunan indekos untuk karyawan hotel dan panti pijat yang tersebar di Baturraden.

Lambat laun, penghuni indekos juga menyediakan layanan plus bagi tamu yang berlibur ke kawasan wisata ini. Para pramunikmat itu berkembang pesat sekitar tahun 1978. Sehingga penduduk lokal menyebut kawasan itu dengan nama “Komplek”.

“Tiga mami pertama yang dikenal di Komplek itu ada Mami Eem, Teh Ecin dan Mariam. Semua sudah meninggal dunia,” kata Angga (43), warga lokal.

Angga menuturkan, sejak dahulu, penghuni Gang Sadar memiliki “kode etik” khusus. Di antaranya, mereka tidak boleh melayani tamu di indekos serta wajib berpakaian sopan.

Aturan lainnya, mereka harus mematuhi jadwal yang ditentukan oleh komunitas Timer atau penjaga waktu. Mereka bertugas mengingatkan pelanggan yang menggunakan waktunya melebihi dari waktu yang disepakati. Kesepakatan ini biasanya dilakukan untuk transaksi short time.

“Waktu itu, hotel dan vila belum dialiri listrik. Jadi ada istilah Vila Teplok untuk menyebut tempat eksekusi para tamu pramunikmat Komplek,” ujar pria yang berprofesi sebagai pengantar wanita panggilan ini.

Istilah ”Gang Sadar” sendiri, kata Angga, mulai populer sekitar tahun 1993. Sebutan ini dialamatkan kepada para penghuni indekos dengan harapan, agar mereka sadar dan segera insyaf dari perbuatannya.

Namun, hingga saat ini, lebih dari 300 orang dari berbagai profesi menggantungkan hidup dari perputaran uang di komplek Gang Sadar. Mulai dari pramunikmat, penyedia jasa perantara, tukang ojek, pedagang asongan, asisten rumah tangga yang bertugas membersihkan rumah dan mencuci pakaian.

Hotel-hotel pun punya trik tersendiri untuk menutupi aktivitas pemuas nafsu itu. Pengelola menyediakan paket transit selama tiga jam.

“Hotel di sekitar Baturraden juga bergantung dari Gang Sadar. Jadi memang tidak semudah itu kalau ingin menutup komplek ini,” ujar Angga. (NS)

Posting Komentar untuk "Seluk Beluk Gang Sadar Baturraden"